Jumat, 16 Agustus 2013

Disfungsional Pegawai Negeri Sipil

Posted by Unknown On 22.58 | No comments



Menurut Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Azwar Abubakar. Terdapat 95%  dari 4,7 juta pegawai negeri sipil tidak berkompeten dalam pekerjaanya. Pendapatan negara dan hibah disepakati Rp 1.529,7 triliun yang terdiri dari penerimaan dalam negeri sebesar Rp 1.525,2 triliun dan penerimaan hibah Rp 4,5 triliun. Sementara belanja negara disepakati Rp 1.683 triliun, yang terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp 1.154,4 triliun dan transfer ke daerah Rp 528,6 Triliun

Pemerintah menganggarkan Rp 112,2 triliun atau 46,5 persen dari total belanja pegawai yang sebesar Rp 241,1 triliun untuk membayarkan gaji dan tunjangan PNS, TNI, dan Polri. Berdasarkan Nota Keuangan RAPBN 2013, jumlah tersebut menunjukkan peningkatan sebesar Rp 10,9 triliun atau 10,7 persen dari pagu dalam APBN-P 2012 yang sebesar Rp 101,3triliun.

Peningkatan tersebut terutama disebabkan kebijakan kenaikan gaji pokok sebesar rata-rata 7 persen serta penyediaan cadangan anggaran untuk mengantisipasi kebutuhan gaji bagi tambahan pegawai baru di instansi pemerintah pusat dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik dan menggantikan pegawai yang memasuki usia pensiun. Selanjutnya, untuk pembayaran honorarium, vakasi, lembur, dan sebagainya, pemerintah dalam RAPBN 2013 mengalokasikan Rp 51,6 triliun atau 21,4 persen dari total belanja pegawai. Jumlah ini menunjukkan peningkatan sebesar Rp 9,9 triliun atau 23,7 persen dibandingkan dengan alokasi dalam APBN-P 2012 sebesar Rp 41,7 triliun. Peningkatan tersebut terutama bersumber dari alokasi anggaran untuk pemberian remunerasi pada beberapa kementerian negara/ lembaga sebagai implikasi dari sasaran pelaksanaan reformasi birokrasi tuntas pada tahun 2013.Sementara itu, alokasi anggaran pada pos kontribusi sosial, yaitu untuk membayar pensiun dan asuransi kesehatan, dalam RAPBN tahun 2013 direncanakan sebesar Rp 77,3 triliun atau 32,1 persen dari totak belanja pegawai. Jumlah ini secara nominal menunjukkan peningkatan sebesar Rp 8,1 triliun atau 11,7 persen dibandingkan dengan alokasinya dalam APBNP 2012. Peningkatan tersebut terutama disebabkan ditempuhnya kebijakan kenaikan pensiun pokok sebesar rata-rata 7 persen.
Data tersebut membuktikan bahwa anggaran untuk belanja pegawai terlalu besar dan tidak sepadan dengan kinerja pegawai. Menurut Guru Besar Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, Prof jusuf irianto. Lebih dari 50% pegawai negeri sipil di Indonesia disfungsional dan hanya membebani APBN saja. Maka dari itu MenPAN akan melakukan reformasi birokrasi dengan memotong jumlah pegawai negeri sipil yang mencapai 4,7 juta di tahun 2012 akan dipangkas menjadi 3,5 juta  saja. Itu berarti akan ada pengurangan sampai 1,2 juta pegawai negeri sipil. Pertambahan PNS tidak hanya zero growth  tetapi minus growth. Dengan melihat jumlah lapangan pekerjaan dalam sektor lembaga publik untuk saat ini, maka jumlah pegawai yang ideal sekitar 3-3,5 juta pegawai negeri sipil. Selain itu untul menghindari kecurangan dalam perekrutan PNS, maka kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara bekerja sama dengan 10 PTN diseluruh Indonesia agar tercapai transparansi dan mendapatkan pegawai yang tepat.
Dari berbagai permasalahan yang menjadikan pegawai negeri sipil tersebut, ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya disfungsional dan tidak berkompeten. Salah satunya tidak tepatnya dalam mengelola manajemen sumber daya manusia dalam sektor publik yang meliputi sebagai berikut :
1.      Perenacanaan
Dalam suatu organinsasi apapun dan dimanapun, proses perencanaan merupakan proses yang pertama dan harus dilakukan. Karena akan menetukan arah dari organisasi tersebut. Begitu juga dalam hal sumberdaya manusia khususnya dalam sektor publik. Melakukan sebuah perencanaan untuk menetukan jumlah pegawai yang disesuaikan dengan jumlah lapangan pekerjaan dalam lembaga pemerintah. Sehigga tidak asal dalam melakukan proses perekrutan pegawai yang pada akhirnya akan menimbulkan disfungsi PNS di Indonesia. Wakil Ketua Tim Independen Komite Reformasi Birokrasi Sofian Effendi menjelakankewenangan pejabat politik dalam pola perekrutan pegawai negeri juga karena alasan pegawai yang dipilih kebanyakan berdasar pertimbangan politik dan bukan diukur dari kompetensi agar mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat. Ini merupakan kekeliruan yang diakibatkan oleh penyalah wewenang dari salah satu aparatur negara yang akan mengakibatkan permasalalahan baru dalam dunia birokrasi.
2.      Job analysis
Melakukan diskripsi dan memecah jenis pekerjaan sehingga dihasilkan berbagai jenis pekerjaan yang terspesifik agar tidak ada tumpang tindih pekerjaan untuk mencapai tujuan yang ditentukan. Sehingga tidak ada satu fungsi pekerjaan yang dilakukan oleh banyak orang yang menjadikan tidak efisien. Jika sudah memiliki berbagai jenis pekerjaan, kita bisa melakukan proses rekrutmen dan seleksi untuk mengisi jenis pekerjaan tersebut dengan profesional dan sesuai dengan keahliannya. Sedangkan dalam lembaga pemerintahan banyaknya jumlah PNS mengakibatkan tumpang tindih pekerjaan dan menimbulkan tidak efisien.
3.      Rekrutmen dan Seleksi
Proses rekrutmen dan seleksi memiliki fungsi yang sangat berbeda, tetapi saling memiliki keterkaitan satu sama lain. Proses rekrutmen sangat mempengaruhi hasil dari seleksi. Karena proses rekrutmen dapat diasumsikan sebagai input dan seleksi sebgai proses. Jika inputnya salah maka akan menghasilkan output yang jelas. Proses rekrutmen lebih didasarkan pada pencarian calon pelamar kerja. Agar proses rekrutmen tersebut tepat sasaran, maka iklan atau pemberitahuan harus tepat sasaran juga. Contohnya dengan memasang pengumuman diberbagai media.
Beberapa permasalahan sumber daya manusia aparatur Indonesia antara lain rekrutmen yang tidak objektif dan kompetitif, promosi jabatan yang masih tertutup. Masih belum terbangunnya sistem dan budaya kinerja serta level remunerasi yang rendah dan tidak terkait dengan kinerja. “Berbicara dalam proses pengisian jabatan dan rekrutmen pegawai masih terkait dengan kedekatan perseorangan dan korupsi, Demikian dikemukakan Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Prof. Dr. Eko Prasojo
Proses seleksi merupakan lanjutan dari proses rekrutmen. Menurut Prof Jurus Irianto, tidak ada metode seleksi yang terbaik untuk melakukan proses seleksi. Ada cara dengan menyewa psikolog, dan ada juga dengan metode kalender yang dianut oleh para pedagang bangsa china.
Untuk meminimalisir kecurangan proses seleksi calon pegawai negeri sipil, Pemerintah pusat mewacanakan untuk menghapus kewenangan kepala daerah sebagai pejabat yang bertanggung jawab dalam penerimaan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Wakil Ketua Tim Independen Komite Reformasi Birokrasi Sofian Effendi menjelaskan, dicabutnya kewenangan penerimaan PNS dari pejabat tertinggi di suatu daerah ini karena maraknya praktek jual beli kursi PNS yang hingga saat ini tidak terhindarkan. Dia mencontohkan, dalam satu kabupaten kepala daerah meminta tambahan 2.000 pegawai. Berdasarkan data yang dimilikinya, rata-rata pejabat daerah mematok suap Rp150 juta per orang agar diterima menjadi PNS. Pemerintah juga akan bekerjasama dengan Perguruan Tinggi Negeri untuk melakukan proses seleksi agar transparan dan mendapatkan pegawai yang tepat dan menciptakan good goverment.
4.      Job place
Menempatkan pegawai yang tepat dan sesuai dengan kemampuannya dalam suatu bidang pekerjaan dalam suatu lembaga pemerintahan saat ini memang masih menjadi problem bagi birokrasi. Hal ini lah yang menyebabkan terjadinya disfungsional dan tidak kompeten dalam aparatur negara. Contohnya salah satu kepala dinas kabupaten blitar yang mempunyai latar belakang pendidikan sebagai ilmu pemerintahan ditempatkan dalam dinas BKKBN yang merupakan bukan latar belakan  disiplin ilmu yang beliau kuasai. Dengan azas ‘the right man on the right place’ kita dapat dengan tepat menempatkan pegawai sesuai dengan kehalianya berdasarkan job discribtion tertentu. Namun dalam prakteknya di birokrasi negara indonesia, penempatan jabatan bukan didasarkan pada profesionalisme. Melainkan berdasarkan tarik ulur keperntingan politik. Sehingga disfungsional dan tidak efektifnya aparatur negara tidak dapat dihindari dan menghasilkan kebijakan-kebijakan yang mentah. Sehingga public service menurun dan masyarakat tidak percaya dengan adanya pemerintah.
 
5.      Penilaian kinerja
Dalam suatu organisasi proses penilaian kinerja merupakan proses yang sangat penting. Karena dapat dimaksukan dalam suatu indikator untuk mengukur faktor keberhasilan. Dengan membandingkan sebelum dan sesudah dari hasil kinerja, maka dapat diketahui organisasi itu berhasil atau tidak. Salah satunya menilai suatu kinerja pegawainya. Banyak metode untuk menilai kinerja pegawai. Namun dalam lembaga pemeritah mempunyai indikator-indikator dan standart tertentu dalam melakukan penilain para aparatur negara serta memiliki badan atau lembaga tertentu untuk mengawasi dan menilai para kinerja aparatur negara
6.      Penggajian
Pemberian intensif atau gaji pegawai negeri sipil sudah diatur dalam undang. Jika kita melihat secara umum, penggajian pokok pegawai negeri sipil berdasarkan atas sineoritas pengalaman bekerja dan diberikan setiap bulan. Di dalam organisasi swasta pemberian kinerja juga daoat dilakukan berdasarkan hasil kinerjanya, oleh sebab itu semangat bekerja dalam perusahaan itu tinggi dan persaingan secara sehat pun mudah kita temui. Sedangkan dalam organisasi birokrasi kita sering kita temui para pejabat sering tertangkap tangan sedang berkeliaran di warung saat jam kerja. Karena mereka merasa bekerja keras seperti  apa pun gaji yang dia dapat tetap tidak berubah.
7.      Pelatihan dan pengembangan
Dari informasi proses penilain kinerja, maka dapat diketahui pegawai yang bekerja dibawah standart dan di atas standart. Jika di bawah standart maka perlu diberikan pelatihan agar kinerjanya meningkat meningkat sesuai yang sudah ditentukan. Sedangkan pegawai yang bekerja di atas standart perlu dikembangankan sebagai investasi untuk individu sendiri dan organisasi. Banyak metode pelatihan dan pengembangan, yaitu dengan seminar, kursus, study perpustakaan, dll. Dengan metode dan prosedur yang tepat, maka pelatihan dan pengembangan PNS dapat menghasilkan pegawai yang berkompeten. Menurut Prof Jusuf Irianto, metode yang digunakan untuk pelatihan dan pengembangan aparatur negara kurang efektif. Sehingga hanya menghabiskan uang negara saja. Karena mereka tidak tahu pegawai yang akan diberikan pelatihan dan materi apa yang akan diberikan. Sehingga menghabiskan APBN dan tidak ada hasil.
Manajemen sumber daya manusia di sektor swasta beda dibandingkan dalam sektor publik. Tetapi pada dasarnya memiliki fungsi yang sama dan MSDM dalam sektor publik sudah diatur dalam undang-undang oleh pemerintah pusat. Adapun salah satu faktor eksternal yang sangat mempengaruhi pengelolaan sumber daya manusia, yaitu tekanan politik. Negara Indonesia merupakan negara demokrasi yang kemudian diimplementasikan dalam pemilihan umum. Sehingga pimpinan aparatur negara merupakan hasil proses politik dan akan selalu mendapatkan tekanan politik dari beberapa kepentingan. Karena oranag tersebut tidak akan bisa maju dalam pemilu jika tidak mempunyai kendaraan politik. Dengan logika sederhana saja, jika kita menyewa kendaraan untuk mengantarkan ke suatu tempat, kita harus membayar ongkos. Begitu juga dengan kendaraan politik, mereka harus membayar ongkos yang berwujud suatu kepentingan. Hal ini membuat delimatis para pemimpin yang akan membuat suatu kebijakan. Karena dia harus memikirkan kepentingan golongannya dan sebagai pejabat administrasi negara yang harus mensejahterakan masyarakatnya. Dia harus dapat bernegosiasi politik dengan legeslatif agar kebijakannya disetujui. Dengan adanya negoisasi tersebut lah menyebabkan korupsi. Menurut salah satu situs media KabarNet, Korupsi di Indonesia memang telah merajalela bagai gurita. Korupsi telah ‘biasa’ dilakukan dari tingkat aparat paling redah, Ketua RT, hingga pejabat tinggi negara. Pada 2011 terdapat 436 kasus korupsi dengan jumlah tersangka 1.053 orang. Potensi kerugian negara akibat korupsi ini adalah Rp2,169 triliun. Yang menarik, kebanyakan pelaku korupsi ini memiliki latar belakang pegawai negeri sipil (PNS). Tersangka berlatar belakang pegawai negeri menempati urutan teratas dengan jumlah 239 orang. Diikuti oleh direktur atau pimpinan perusahaan swasta dengan 190 orang, serta anggota DPR/DPRD berjumlah 99 orang. Ada tiga kategori kepala dae­rah melakukan korupsi. Pertama penggunaan APBD untuk kepen­tingan pribadi kepala daerah, Ke­dua adalah penyalahgunaan ke­wenangan yang terkait penga­daan barang dan jasa di daerah.Yang ketiga perselingkuhan antara legislatif dengan eksekutif di daerah. Kepala daerah harus memberikan upeti kepada ang­gota DPRD. Perselingkuhan ini sepertinya menjadi tren baru. Modus korupsi melalui penga­daan barang dan jasa adalah yang paling lumrah dan mudah. Ko­rup­si tipe ini masih konvensional. Tapi jumlahnya banyak. Setidak­nya lebih dari 60 persen kasus ko­rupsi yang ditangani KPK penga­daan barang dan jasa. Penyim­pangannya terjadi pada pengge­lem­bungan harga dan penyalah­gunaan kewenangan.
 
Teori trias politika montesque dengan pemisahan kekuasaan menjadi 3 fungsi, eksekutif, legeslatif dan yudikatif. Diharapakan untuk minimalisir penyalah gunaan wewenang. Namun dalam prakteknya malah menjadi lubung uang tambahan para pejabat negara. Dengan memanfaatkan delimatis eksekutif dan wewenang dari legislaif, timbulah negoisasi politik yang mengantarkanya ke jeruji besi. Selain itu juga dengan semangat otonomi daerah yang baru dan ketidak siapan mental para aparatur negara di daerah. Banyak terjadi kasus korupsi di daerah. Otonomi daerah yang diharapakan dapat mensejahterakan masayarakat daerah malah mensejahterakan pejabat daerah. Otonomi daerah mengalihkan korupsi dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Suatu kebijakan dibuat untuk mensejahterakan masyarakat, namun dalam prakteknya selalu disalah gunakan.  Jika berfikir mendalam, apakah yang salah di birokrasi kita. Apakah mental dan sifat aparaur negara itu? Apakah institusi yang menciptakan suatu peraturan yang membuat para aparatur negara tersebut mengharuskan korupsi?. Problematika ini sangat menarik dikaji dan dapat memberikan masukan untuk pemerintah dalam mengatasi disfungsionalis dan tidak kompeten para aparatur negara.
 
 
 
 
 
 Daftar Pustaka :
http://www.pengumuman-cpns.com/2013/maraknya-praktek-jual-beli-kursi-cpns/#axzz2OvFElSpC
http://www.pengumuman-cpns.com/2013/netralitas-birokrasi-di-indonesia-perlu-diperbaiki/#axzz2OvFElSpC
http://finance.detik.com/read/2012/08/23/150230/1997203/4/ini-2-alasan-pemerintah-naikkan-anggaran-belanja-pegawai
http://cpnsindonesia.com/kurangi-beban-anggaran-pemerintah-harus-berani-pangkas-jumlah-pns.html
http://www.rmol.co/read/2013/02/14/98335/Ssttt,-300-Kepala-Daerah-Terjerat-Kasus-Korupsi-

 

0 komentar:

Posting Komentar