Kasus
cicak vs buaya yang menggambarkan perseteruan antar KPK dan POLRI kini muncul
kepermukaan lagi setelah pertama kali muncul ke publik pada tahun 2008. Kasus ini
mulai muncul ketika KPK menetapkan Komisaris
Jenderal Budi Gunawan sebagi tersangka dengan
dugaan menerima suap saat menjabat Kepala Biro Pembinaan Karier Polri.
Budi Gunaman merupakan calon tuggal KAPOLRI yang diusulkan oleh presiden
Jakowi. Setelah beberapa hari kemudian Wakil Ketua Komisi Pemberantasan
Korupsi, Bambang Wijayanto ditangkap oleh kepolisian terkait kesaksian palsu
dalam sidang sengketa Pilkada Waringin Barat Kalimantan Timur tahun 2010. Jika
melihat berdasarkan hukum dan fakta yang ada, kedua kasus tersebut tidak saling
terkait, Namun sebagian orang menganggap penangkapan Bambang merupakan upaya
untuk menggembosi KPK dan merupakan simbol perlawanan dari POLRI. Kemudian
timbul pertanyaan siapakah yang benar? KPK atau POLRI dalam kasus cicak vs
buaya part 2
Dalam kasus ini saya mencoba melihat dari sisi struktur organisasi dan tupoksi kelembaggan. Indonesia mengadopsi teori
trias politika dari Montesquieu dalam
pemisahan kekuasan yang pada akhirnya memunculkan 3 lembaga besar. Yaitu
lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Namun dalam kasus ini kita akan
fokus pada lembaga eksekutif. Dalam UUD 1945 kekuasan tertinggi lembaga
eksekutif dipimpin oleh presiden sebagai konsekuensi dari sistem presidensial
yang dianut oleh Negara Indonesia. Presiden dalam menjalankan tugasnya dibantu
oleh wakil presiden yang membawahi kementerian dan beberapa lembaga lainya.
POLRI
merupakan salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan
dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan
pelayanan kepada masyarakat. Menurut Pasal 8 Undang-Undang No. 22 Tahun 2002,
Kepolisian Republik Indonesia di bawah presiden. Dalam susunan kabinet Presiden
Jakowi, POLRI termasuk dalam naungan Menteri
Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan yang merupakan lembaga pemerintah
setingkat menteri. Sedangkan Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara
yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas
dari pengaruh kekuasaan manapun yang memiliki tujuan meningkatkan daya guna dan
hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK termasuk
kedalam lembaga Non Strukutural. Penggunaan istilah LNS merupakan bentuk
konvensi di antara para penyelenggara negara, karena sampai detik ini pun
tidak ada satu pun peraturan perundangan dan para ahli dari akedemisi yang
memberikan definisi secara detail
tentang pengertian lembaga non struktural. Lembaga Administrasi Negara
(LAN) mendefinisikan LNS sebagai institusi yang dibentuk karena urgensi
terhadap tugas khusus tertentu yang tidak dapat diwadahi dalam kelembagaan
pemerintah (konvensional) dengan keunikan tertentu dan memiliki karakteristik
tugas yang urgen, unik dan terintegrasi serta efektif.
Jika kita melihat dalam
struktur lembaga pemerintah di atas, posisi POLRI dan KPK sejajar dalam garis
komando dari Presiden. Keduanya memiliki tanggung jawab langsung dan di bawah
Presiden. Tidak ada hubungan strukutur yang bersifat vertikal antara POLRI dan KPK. Sehingga KPK bukan bawahan atau atasan dari POLRI. Namun mereka dapat melakukan mitra kerja dalam menjalankan tugasnya. Selain itu dalam tata cara pemilihan pemimpin atau ketuan POLRI dan
KPK juga memiliki persamaan. Yaitu diusulkan oleh Presiden kepada DPR. Setelah
kita melihat dari sisi struktur pemerintahan, kita akak melihat pendekatan
kelembagaan dari sisi tugas dan wewenang yang berkaitan dalam kasus ini.
Menurut Pasal 16 Ayat 2 UU No. 2 Tahun
2002, POLRI dalam melaksankan tugasnya memiliki wewenang untuk melakukan tindakan
penyelidikan dan penyidikan jika memenuhi syarat. Sedangkan berdasarkan Pasal
11 UU No. 30 Tahun 2002 dalam menjalankan tugasnya KPK memiliki wewenang untuk
melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi. Dalam
hal ini KPK memiliki wewenang lebih, yaitu dapat melakukan penuntutan. Namun
wewenang ini hanya dalam tindak pidana korupsi saja.
KPK
menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan
merupakan tugas dan wewenang KPK sebagai lembaga resmi yang memiliki fungsi
untuk memberantas tindak pidana korupsi. Penetapan tersebut juga bukan tanpa
dasar, yaitu harus ada barang bukti yang dapat memberatkan BG. KPK tidak peduli
status BG yang merupakan calon tunggal KAPOLRI yang diusulkan Presiden. Karena dimata
hukum, semua orang dianggap sama tanpa melihat gelar atau pangkat dipundaknya. Sedangkan
penangkapan Wakil Ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi, Bambang Wijayanto juga merukan hak dan wewenang
kepolisian sebagai lembaga yang menangani kasus kriminal. Dalam kasus ini
polisi mendapatkan laporan dari masyarakat atas dugaan pelanggaran kriminal yang
dilakukan oleh BW. Polisi sebagai aparat hukum wajib menindak lanjuti laporan
tersebut.
Kasus tersebut
seringkali ditarik kedalam isu politik. Secara teoritik dikotomi antara lembaga
pemerintah (birokrasi) dan politik dapat dipisahkan. Namun secara empiris
dikotomi antara birokrasi dan politik tidak dapat dipisahkan. Keduanya bisa
saling membutuhkan atau saling menjatuhkan. Semua memperebutkan kekuasaan
dengan dalih demi kesejahteraan masyarkat dan mengatasnamakan kepentingan masyarkat. Dalam kasus
ini kita tidak tau motif sebenarnya yang diiginkan oleh kedua lembaga tersebut.
UUD
Negara Republik Indonesia 1945 Lembaga-Lembaga Negara Beserta Pimpinanya dan
Peraturan Perundang-Undangangan : Kabinet Kerja (Jakowi-JK). Jakarta : Visi
Media, 2014
Undang-undang
republik Indonesia Nomor 2 tahun 2002Tentang Kepolisian negara republik
indonesia
Undang-undang republik Indonesia Nomor 30 tahun 2002
Tentang Komisi pemberantasan tindak pidana korupsi