Kamis, 04 April 2013


    Sebelum kita menganalisis tentang permasalahan tersebut, kita harus mengetahui dasar teori atau definisi tentang desentralisasi. Menurut Pasal 1 ayat (7) UU Nomor 32 Tahun 2004, diartikan sebagai penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Encyclopedia of the Social Siences (1980) menjelaskan bahwa desentralisasi merupakan penyerahan wewenang dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah, baik yang menyangkut bidang legislatif, judikatif, atau administratif. Menurut Hoogerwerf  (1978), Desentralisasi adalah pengakuan atau penyerahan wewenang oleh badan-badan umum yang lebih rendah untuk secara mandiri dan berdasarkan pertimbangan kepentingan sendiri mengambil keputusan pengaturan pemerintahan, serta struktur wewenang yang terjadi dari hal itu. Dijabarkan juga oleh Koswara (1996) bahwa Desentralisasi pada dasarnya mempunyai makna yaitu melalui proses desentralisasi urusan-urusan pemerintahan yang semula termasuk wewenang dan tanggung jawab pemerintah pusat  sebagian diserahkan kepada pemerintah daerah agar menjadi urusan rumah tangganya sehingga urusan tersebut beralih kepada dan menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah daerah.
Dari pengertian tersebut kemudian pemerintah mengimplementasikan dengan membuat kebijakan tentang otonomi daerah. Pengertian otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Otonomi daerah secara harfiah berasal dari kata otonomi dan daerah. Dalam bahasa Yunani, otonomi  berasal dari kata autos dan namos. Autos berarti sendiri dan namos berarti aturan atau undang-undang, sehingga dapat dikatakan sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri  atau kewenangan untuk membuat aturan guna mengurus rumah tangga sendiri. Sedangkan daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah.
Dengan berdasarkan teori tentang desentraslisasi yang kemudian diimplementasikan kedalam otonomi daerah yang salah satunya melaksanakan kebijakan tentang dana perimbangan pusat dan daerah, pembagian tersebut sudah sesuai dengan konstitusi pasal  33 ayat 3 UUD 1945 bahwa  Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat. Maka dari itu untuk pembagian hasil dana perimbangan dari peneriman minyak bumi 84,5%  untuk negara walapun dana tersebut belum jelas peruntukanya. Namun jika melihat sesuai dengan mekanisme yang berlaku, dana tersebut masuk dalam peberimaan APBN yang kemudian nantinya akan digunakan untuk kesejahterakan masyarakat. Sedangkan untuk dana perimbangan dari penerimaan pajak PBB dan  BPHTP, udah sesui dengan konsep otonomi daerah dengan daerah mendapatkan dana perimbangan lebih besar daripada pemerintah pusat.Namun kesalahan dari otonomi daerah adalah tentang pemberian/pembagian dana antara APBN ke dalam APBD. Anggaran pemerintah 70% beredar dilingkungan pusat, sedangakan 30% beredar di tingkat daerah. Ini berbanding terbalik dengan konsep otonomi daerah. Seharusnya dana yang beredar itu lebih banyak di daerah untuk pengembangan daerah tersebut. Maka dari itu otonomi daerah tidak bisa maksimal. Karena daerah hanya menerima APBD yang sedikit. Teori desentralisasi tersebut lebih memberikan ruang kepada pemerintah daerah dalam hal kebijakan, bukan pengelolaan keuangan seutuhnya. Walapun ada pengelolaan keuangan yang dari penghasilan pajak daerah.  Desentralisasi di pemerintah daerah memang ada, tapi lebih dalam mengatur tetntang suatu kebijakan yang dituntut untuk melakukan inovasi. Sedangkan untuk pengelolalaan dana lebih didominasi oleh pemerintah pusat atau sentralisasi. 

Surabaya merupakan kota metropolitan  terbesar kedua setelah jakarta di Indonesia. Banyak problema yang dihadapi kota tersebut. Salah satunya adalah transportasi di Surabaya. Bukan hal yang baru lagi masalah transportasi merupakan problem bagi kota-kota besar di Indonesia, apalagi Surabaya adalah kota terbesar kedua  di Indonesia.  Kita sering menemui kemacetan setiap hari pada jam sibuk kerja. Jika kita melihat dari sudut pandang kuantitas kendaraan , kemacetan diakibatkan oleh bnyaknya kendaraan tapi tidak diimbangi oleh panjangnya jalan raya. Berdasarkan data yangdimiliki direktorat lalulintas Polda Jatim, jumlah kendaraan roda 2 di kota sby perbulan desember2011 sebanyak 1.740.649. dan kendaraan roda 4  sebanyak 439.330. padahal jumlah panjang jalan di seluruh sby hanya 2.096.690 meter atau 2.096, 9 kilo meter saja. Begitu pula mobil beban (trailer atau truk besar), jumlahnya yang ada di data kepolisian mencapai 211.890 unit dan rata-rata panjangnya 10 meter. Total panjang mobil beban jika dijajar mencapai 2.118.900 meter. Sedang jumlah kendaraan truk yang ada jumlahnya sudah mencapai 6.841 unit dan panjang truk rata-rata 10 meter. Maka truk itu sendiri harus membutuhkan jalan sepanjang 68.410 meter.Namun ada beberapa sudut pandang yang lain untuk menjelaskan kemacetan di Surabaya. yaitu dari sudut pandang ekonomi dan tata wilyah kota. Surabaya disebut kota karena menjadi pusat perekonomian untuk berbagai wilayah urban atau pinggiran kota Surabaya. letaknya yang stregis menjadikan Surabaya bnyak didirikan pabrik-pabrik atau perkantoran.  Selain itu juga Surabaya sebagai ibukota provinsi Jawa Timur yang penduduknya terbesar di Indonesia. Banyak masyarakat pedesaan yang melakukan urbanisasi ke kota demi mendapatkan lapangan pekerjaan. Pengusaha yang mendirikan pabrik disekitar Surabaya karena untuk menekan input dan memaksimalakan output dengan mempertimbangkan cost production khususnya dalam transportasi.Karenabanyaklapanganpekerjaan di Surabaya, makaakanmenarikmasyarakat urban untukmencaripekerjaan di Surabaya. Mereka memilih tetap tinggal di rumahnya yang terletak di sekitar wilayah urban. Karena dianggap lebih efisien dan slalu bias berkumpul bersama keluarga setiaphari. Itulah yang menyebabkan semakin parahnya kemacetan di Surabaya yang terlalubanyakpabrik-pabriktersebar di berbagaiwilayah Surabaya.

Ada beberapa solusi untuk mengatasi masalah kemacetan Surabaya di luar masalah yang diakibatkan oleh jumlah kendaraan yang over load.
1.      Melakukan aglomerasi pabrik-pabrik
Yaitu mengaturtata kelola Surabaya khususnya pembangunan pabrik-pabrik tersebut dikelompokan dalam satu wilayah tertentu. Sehingga konsentrasi kemacetan bisa dipecah di berbagai titik.Di wilayahselatan Surabaya telah dibangun kawasan industri yang terdapat di Rungkut atau Brebek Industri, SIER (Surabaya Industrial Estate Rungkut PT. Persero). Kawasan ini dengan dinamis terus berdetak menjadi pusat industry iterpadu. Sementara Di wilayah utara Surabaya terdapat kawasan industry dan pergudangan Tambak Langon - Kalianak - Margamulyo. Kawasan ini berdekatan dengan pelabuhanTanjung Perak dan Jalan Toldan Pusat Grosir (Kembang Jepun dan Pasar Turi)
2.      Memindahkan industry-industri di daerah pinggiran
Ini merupakan kelanjutan dari progam aglomerasi pabrik-pabrik tadi. Pembangunan pabrik-pabrik dialihkan di wilyah pinggiran kota Surabaya. Selain mengurangi polusi di kota Surabaya yang sudah sangat parah, diharapakan juga bias mengurangi kemacetan. Karena sebagian besar tenaga kerja berasal dari wilayah urban. Ada beberapa industry khas yang dikenal berasal dari Surabaya, diantaranya adalah Rokok Sampoerna, UBM Biskuit, Viva Cosmetics, Industri Emas UBS, dan Bogasari. Untuk melengkapi fasilitas industry dan pergudangan di Surabaya, juga terdapat terminal peti kemas yang juga difungsikan untuk kegiatan eksporimpor. Petikemas ini terletak di wilayah Perak, dekat dengan pelabuhan bongkar muat di pantai utara Surabaya yang terletk di pinngiran kota Surabaya.
3.      Membangun apartemen industry
Apartemen ini dibangun untuk para pekerja yang rumahya jauh dari pabrik. Lokasi apartemen dibangun di wilayah lingkungan pabrik. Sehingga tidak perlu menggunakan kendaraan pribadi dan bias mengurangi kemacetan.
4.      Membangun dan memperbarui transportasi masal
Transportasi masal sangat penting untuk mengatasi masalah kemacetan, karena bisa mengurangi pemakaian kendaraan pribadi.  Namun transportasi masal saat ini masih jauh dari kesan layak pakai. Akhirnya masyarakat jadi tidak suka memakai transportasi umum.
5.      Pembangunan jalan
Infra struktur harus juga memadai agar tidak terjadi penumpukan kendaraan. Salah satunya pembangunan jalan layang di sekitar jalan A.yani Surabaya yang katanya sudah diagendakan oleh badan legislative kota Surabaya. Selain itu pembangunan jalan tol di wilyah krian untuk mengatasi kemacetan daerah sepanjang, krian.