Minggu, 25 Januari 2015

Kasus cicak vs buaya yang menggambarkan perseteruan antar KPK dan POLRI kini muncul kepermukaan lagi setelah pertama kali muncul ke publik pada tahun 2008. Kasus ini mulai muncul ketika KPK menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagi tersangka dengan  dugaan menerima suap saat menjabat Kepala Biro Pembinaan Karier Polri. Budi Gunaman merupakan calon tuggal KAPOLRI yang diusulkan oleh presiden Jakowi. Setelah beberapa hari kemudian Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Bambang Wijayanto ditangkap oleh kepolisian terkait kesaksian palsu dalam sidang sengketa Pilkada Waringin Barat Kalimantan Timur tahun 2010. Jika melihat berdasarkan hukum dan fakta yang ada, kedua kasus tersebut tidak saling terkait, Namun sebagian orang menganggap penangkapan Bambang merupakan upaya untuk menggembosi KPK dan merupakan simbol perlawanan dari POLRI. Kemudian timbul pertanyaan siapakah yang benar? KPK atau POLRI dalam kasus cicak vs buaya part 2

Dalam kasus ini saya mencoba melihat  dari sisi struktur organisasi dan tupoksi kelembaggan. Indonesia mengadopsi teori trias politika dari  Montesquieu dalam pemisahan kekuasan yang pada akhirnya memunculkan 3 lembaga besar. Yaitu lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Namun dalam kasus ini kita akan fokus pada lembaga eksekutif. Dalam UUD 1945 kekuasan tertinggi lembaga eksekutif dipimpin oleh presiden sebagai konsekuensi dari sistem presidensial yang dianut oleh Negara Indonesia. Presiden dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh wakil presiden yang membawahi kementerian dan beberapa lembaga lainya.


POLRI merupakan salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Menurut Pasal 8 Undang-Undang No. 22 Tahun 2002, Kepolisian Republik Indonesia di bawah presiden. Dalam susunan kabinet Presiden Jakowi, POLRI termasuk dalam naungan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan yang merupakan lembaga pemerintah setingkat menteri. Sedangkan Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun yang memiliki tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK termasuk kedalam lembaga Non Strukutural. Penggunaan istilah LNS merupakan bentuk konvensi di antara para penyelenggara negara, karena sampai detik  ini pun  tidak ada satu pun peraturan perundangan dan para ahli dari akedemisi yang memberikan definisi secara detail  tentang pengertian lembaga non struktural. Lembaga Administrasi Negara (LAN) mendefinisikan LNS sebagai  institusi yang dibentuk karena urgensi terhadap tugas khusus tertentu yang tidak dapat diwadahi dalam kelembagaan pemerintah (konvensional) dengan keunikan tertentu dan memiliki karakteristik tugas yang urgen, unik dan terintegrasi serta efektif.



Jika kita melihat dalam struktur lembaga pemerintah di atas, posisi POLRI dan KPK sejajar dalam garis komando dari Presiden. Keduanya memiliki tanggung jawab langsung dan di bawah Presiden. Tidak ada hubungan strukutur yang bersifat vertikal antara POLRI dan KPK. Sehingga KPK bukan bawahan atau atasan dari POLRI. Namun mereka dapat melakukan mitra kerja dalam menjalankan tugasnya. Selain itu dalam tata cara pemilihan pemimpin atau ketuan POLRI dan KPK juga memiliki persamaan. Yaitu diusulkan oleh Presiden kepada DPR. Setelah kita melihat dari sisi struktur pemerintahan, kita akak melihat pendekatan kelembagaan dari sisi tugas dan wewenang yang berkaitan dalam kasus ini. Menurut Pasal 16 Ayat  2 UU No. 2 Tahun 2002, POLRI dalam melaksankan tugasnya memiliki wewenang untuk melakukan tindakan penyelidikan dan penyidikan jika memenuhi syarat. Sedangkan berdasarkan Pasal 11 UU No. 30 Tahun 2002 dalam menjalankan tugasnya KPK memiliki wewenang untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi. Dalam hal ini KPK memiliki wewenang lebih, yaitu dapat melakukan penuntutan. Namun wewenang ini hanya dalam tindak pidana korupsi saja.

KPK menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan merupakan tugas dan wewenang KPK sebagai lembaga resmi yang memiliki fungsi untuk memberantas tindak pidana korupsi. Penetapan tersebut juga bukan tanpa dasar, yaitu harus ada barang bukti yang dapat memberatkan BG. KPK tidak peduli status BG yang merupakan calon tunggal KAPOLRI yang diusulkan Presiden. Karena dimata hukum, semua orang dianggap sama tanpa melihat gelar atau pangkat dipundaknya. Sedangkan penangkapan  Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Bambang Wijayanto juga merukan hak dan wewenang kepolisian sebagai lembaga yang menangani kasus kriminal. Dalam kasus ini polisi mendapatkan laporan dari masyarakat atas dugaan pelanggaran kriminal yang dilakukan oleh BW. Polisi sebagai aparat hukum wajib menindak lanjuti laporan tersebut.

 Kasus tersebut seringkali ditarik kedalam isu politik. Secara teoritik dikotomi antara lembaga pemerintah (birokrasi) dan politik dapat dipisahkan. Namun secara empiris dikotomi antara birokrasi dan politik tidak dapat dipisahkan. Keduanya bisa saling membutuhkan atau saling menjatuhkan. Semua memperebutkan kekuasaan dengan dalih demi kesejahteraan masyarkat dan mengatasnamakan kepentingan masyarkat. Dalam kasus ini kita tidak tau motif sebenarnya yang diiginkan oleh kedua lembaga tersebut. 



















UUD Negara Republik Indonesia 1945 Lembaga-Lembaga Negara Beserta Pimpinanya dan Peraturan Perundang-Undangangan : Kabinet Kerja (Jakowi-JK). Jakarta : Visi Media, 2014

Undang-undang republik Indonesia Nomor 2 tahun 2002Tentang Kepolisian negara republik indonesia

Undang-undang republik Indonesia Nomor 30 tahun 2002 Tentang Komisi pemberantasan tindak pidana korupsi